Skripsi
Tinjauan terhadap asas kebebasan berkontrak menurut hukum Islam dan hukum positif
Skripsi ini berjudul “Tinjauan Terhadap Asas Kebebasan Berkontrak Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif (Studi Komparasi Antara Hukum Islam dan Pasal 1493 KUH Perdata”, penelitian ini bertujuan menilai asas kebebasan berkontrak yang terdapat pada pasal 1493 KUH Perdata dengan konsep akad dalam hukum Islam. Syariat Islam memberi kebebasan kepada setiap insan manusia untuk melakukan kegiatan bermuamalah dengan akad sesuai yang diinginkannya, namun sebaliknya apabila ada unsur pemaksaan atau pembatasan kebebasan akan menyebabkan legalitas kontrak yang dihasilkan tidak sah atau batal (QS. 17:34, 5:1). Asas ini melambangkan prinsip dasar bidang muamalah yaitu kebolehan (mubah) yang mengandung arti bahwa hukum Islam memberi kesempatan luas perkembangan bentuk dan macam muamalah baru sesuai dengan perkembangan kebutuhan hidup masyarakat. Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan batasan masalah dalam penulisan penelitian ini, maka rumusan masalah yang akan peneliti kaji dalam penelitian ini, yaitu: Bagaimana asas kebebasan berkontrak dalam jual beli menurut KUH Perdata pasal 1493; Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap asas kebebasan berkontrak dalam pasal 1493 KUH Perdata.rnDalam penelitian ini dihimpun melalui bacaan dan kajian teks melalui dokumen baik berupa buku maupun artikel dan selanjutnya dianalisa dengan metode content analysis.rnHasil penelitian menyebutkan bahwa asas kebebasan berkontrak dalam jual beli adalah suatu asas yang menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat kontrak (perjanjian) jual beli yang berisi apapun asal tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1493 KUH Perdata: “Kedua belah pihak diperbolehkan dengan persetujuan-persetujuan istimewa memperluas atau mengurangi kewajiban yang ditetapkan oleh undang-undang ini; bahkan mereka diperbolehkan mengadakan persetujuan bahwa si penjual tidak akan diwajibkan menanggung sesuatu apapun”. Dalam hukum Islam, para ulama menyatakan, jual beli dengan ‘syarat’ berakibat batalnya jual beli tersebut. Diantara fuqaha yang berpendapat demikian ialah Imam Syafi’i dan Abu Hanifah.rnDengan demikian perjanjian jual beli yang dibuat di luar ketentuan hukum Islam atau bertentangan dengan ketentuan hukum Islam, maka jual belinya menjadi batal. Jadi contohnya apabila penjual meminta dikurangi kewajibannya seperti lepas tangan terhadap cacat barang atau kerusakan barang maka perjanjian jual beli dengan syarat seperti tersebut menjadi batal meskipun pembeli sepakat. Implikasinya maka bagi produsen dan konsumen dapat menarik kembali perjanjian atau membatalkan perjanjian jual beli, manakala menyimpang dari ketentuan hukum Islam, apalagi jika hukum Islam melarang.rnrn
S-2013/M/059 | Perpustakaan A. Yani | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - No Loan |
Tidak tersedia versi lain