Skripsi
Metode penetapan hukum Masdar Farid Mas’udi dan Syafiq Hasyim tentang wali nikah perempuan : Studi perbandingan
Skripsi yang berjudul “Metode Penetapan Hukum Masdar Farid Mas’udi Dan Syafiq Hasyim Tentang Wali Nikah Perempuan (Studi Perbandingan)” ini adalah hasil penelitian kepustakaan untuk menjawab pertanyaan : Bagaimana metode pentapan hukum Masdar F. Mas’udi dan Syafiq Hasyim tentang wali nikah perempuan, serta apa perbandingan antara kedua metode penetapan hukum tersebut.rnData penelitian dihimpun melalui pembacaan dan kajian teks (tex reading) dan selanjutnya dianalisis dengan teknik analisis deskriptif komparatif.rnHasil penelitian menyatakan bahwa dalam menetapkan wali nikah tidak mesti laki-laki, Masdar menggunakan metode reinterpretasi konsep z{anni dan qat{‘i, yang mana Masdar memberi definisi z{anni dengan segala ajaran yang bersifat juziyyah dan menyangkut teknis-operasional yang karenanya terkait dengan ruang dan waktu dan berarti masih bisa berubah bahkan bisa ditolak, termasuk dengan wali nikah ini. Sehingga penafsiran wali nikah yang selama ini sudah terstrukstur dengan laki-laki, maka dengan berkembanganya waktu dan kapasitas perempuan saat ini, maka wali nikah tidak lagi mesti laki-laki.rnSedangkan metode yang digunakan Syafiq adalah dengan menggunakan metode tazammuni dan isqat{i. Tazammuni (menzaman) adalah membaca sebuah teks dengan mengaitkan realitas masa lalu dengan realitas masa sekarang. Sedangkan isqa>t}i adalah membaca sebuah teks dengan makna yang berkembang pada masa kontemporer dan memutuskan semua ikatan makna masa lalu. Menurut pandangan ini, sejarah makna teks adalah sejarah yang menganut alur keterputusan (isqa>t}i). Oleh karena adanya keterputusan sejarah ini, adalah tidak mungkin mereplikasikan makna masa lalu dengan makna sekarang. Dan dalam menafsirkan dalil tentang wali, Syafiq menggunakan metode isqa>t}i sehingga diputuskanlah segala penafsiran masa lalu yang menetapkan bahwa wali nikah itu laki-laki dan mempertimbangkan kembali untuk wali nikah masa sekarang.rnHingga dapat disimpulkan, bahwa baik menurut Masdar F. Mas’udi maupun Syafiq Hasyim, sama-sama menggunakan metodologi interpretatif baru dalam menafsirkan dalil-dalil wali nikah dan tidak menemukan adanya kepastian dasar hukum yang mensyaratkan bahwa seorang wali nikah haruslah laki-laki. Namun perbedaannya terletak pada penerapannya. Masdar lebih kepada memakai qaidah us{u>liyyah sedangkan Syafiq cenderung kepada metode tafsir.rnNamun, sebagai warga Negara yang menjungjung tinggi penegakan hukum, hendaknya kita tetap berpegang pada ketentuan hukum yang terdapat dalam kitab undang-undang dan khususnya hukum perkawinan yang telah ada. Adanya perkembangan pemikiran merupakan suatu konstribusi positif dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Selanjutnya sebagai muslim yang baik hendaklah kita mengikuti aturan yang telah dicanangkan oleh pemerintah yang sesuai dengan pedoman hidup yakni al-Quran dan Sunnah, sebagai bentuk ketaatann kepada Allah dan Rasul SAW.rn
S-2014/AS/013 | Perpustakaan A. Yani | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - No Loan |
Tidak tersedia versi lain