Skripsi
Kewajiban suami murtad memberi nafkah anak pasca perceraian : Analisis hukum Islam terhadap putusan pengadilan agama Surabaya No. 950/Pdt.G/2012/PA.Sby
Skripsi ini adalah hasil penelitian dengan judul “Kewajiban Suami Murtad Memberi Nafkah Anak Pasca Perceraian (Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Agama Surabaya No. 950/Pdt.G/2012/PA.Sby)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan hakim dan analisis Hukum Islam pada pertimbangan hakim Pengadilan Agama Surabaya dalam memutuskan perkara No. 950/Pdt.G/2012/PA.Sby tentang perceraian tanpa adanya kewajiban suami memberi nafkah anak pasca perceraian.rnData dalam penelitian ini dihimpun dari berkas putusan perkara No.950/Pdt.G/2012/PA.Sby disertai wawancara dengan hakim yang kemudian dianalisis dengan metode deskriptif analisis dengan menggunakan pola pikir secara deduktif.rnDari penelitian ini disimpulkan bahwa, dasar hukum yang digunakan oleh majelis hakim untuk membuat putusan nomor 950/Pdt.G/2012/PA.Sby yaitu, menggunakan pasal 178 ayat 3 HIR bahwa hakim dilarang menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak dituntut, atau memberikan lebih daripada yang dituntut. Dalam putusan ini hakim beralasan bahwa petitum (tuntutan) penggugat yang meminta tergugat memberikan nafkah iddah dan nafkah anak sebesar 3.000.000.,/bulan telah dihapus. Ketika petitum dihapus oleh penggugat maka petitum tersebut tidak dipertimbangkan. Meskipun pada amar putusan tidak menyebutkan adanya kewajiban suami memberi nafkah anak, namun suami tersebut tetap mempunyai kewajiban memberi nafkah anak, sekalipun dia telah berpindah agama atau murtad. Dalam pasal 45 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 mengatakan bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. Dan dilanjutkan oleh ayat (2), bahwa kewajiban di atas akan terus berlaku walaupun hubungan perkawinan antara bapak dan ibu telah putus. Dan berdasarkan pasal 105 huruf (c) dan pasal 149 huruf (d) KHI yang berbunyi, “Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya”. Dalam hal ini kemurtadan suami tidak berpengaruh terhadap kewajiban untuk memberi nafkah anak. Meskipun suami murtad, ia tetap berkewajiban untuk memelihara dan memberi nafkah terhadap anak.rnSebaiknya bagi para hakim yang memutuskan suatu perkara haruslah bijaksana dan senantiasa memasukkan tiga unsur dalam putusannya, yakni :asas kepastian hukum, asas keadilan dan asas kemanfaatan. Dan sekaligus hakim harus senantiasa mampu menyelaraskan antara hukum formil dan hukum materiil agr keduanya berjalan secara berimbang guna mewujudkan rasa keadilanrn
S-2014/AS/097 | Perpustakaan A. Yani | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - No Loan |
Tidak tersedia versi lain