Artikel
Problematika Tafsir Feminis: Studi Kritis Konsep Kesetaraan Gender
Kesetaraan gender merupakan diskursus yang tetap hangat diperbincangkan para feminis muslim. Penggagas dan pendukung kesetaraan gender tidak jarang mempersoalkan hukum Islam yang dianggap kurang adil dan memposisikan laki-laki dan perempuan secara berbeda seperti pembebanan adzan, shalat Jum’at, jumlah kambing saat aqi>qah di satu sisi, dan pembebanan menyusui dan merawat anak di sisi yang lain. Melalui content analysis kajian ini mencoba tidak saja untuk mengelaborasi sejumlah produk reintepretasi al-Qur’an model Hermeneutika versi kaum perempuan tetapi juga menunjukkan sejarah ideologi feminisme serta ketidaktepatan penggunaan tafsir hermeneutika. Feminisme berangkat dari ideologi kebencian sebagai bentuk perlawanan terhadap penindasan perempuan yang terjadi dalam peradaban Barat-Kristen di masa lalu. Metode tafsir Hermeneutika juga berasal dari tradisi akademis Kristen yang menganggap teks Bible bukan sebagai wahyu. Kedua kondisi ini berseberangan secara diametral dengan fakta dalam tradisi Islam. Teks al-Qur’an, dalam Islam, bukanlah produk budaya, melainkan wahyu. Islam tidak memiliki sejarah penindasan terhadap kaum perempuan, bahkan memposisikan perempuan dalam posisi yang mulia. Perbedaan peran yang diberikan kepada laki-laki dan perempuan ditujukan agar keduanya dapat bermanfaat secara maksimal di dunia, untuk saling bekerja sama dan melengkapi demi mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Tah 20160355 | J 001.4/2 Tah | Perpustakaan A. Yani | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - No Loan |
Tidak tersedia versi lain